Minggu, 12 Juni 2011

Kemajuan Islam di Indonesia

Keywords : Kebangkitan Islam di Indonesia, Kemajuan Islam di Indonesia, Perkembangan Islam Di Indonesia, Kemajuan Islam Di bagian Timur

Catatan : Artikel Ini di ambil dari sebuah makalah, dan tidak sepenuhnya lengkap..!!!

Awal abas ke-20 merupakan abad kebangkitan bagi dunia Timur. Jepang memperoleh kemenangan atas Rusia pada tahun 1905, dicelah-celah reruntuhan Turki Utsmani tampillah gerakan turki muda. Pada tahun 1911 terciptalah Republik Tiongkok dibawah pimpinan Sun Yat Sen. Disekitar Nusantara ini berkobar pula gerakan-gerakan Nasional, seperti India dan Philipina. Sun Yat Sen memberikan komentar atas kemenangan jepang itu, antara lain: “…Nippon mengalahkan Rusia! Bangsa Eropa tidak senantiasa dijajah? Gemuruh runtuhnya menggema di seluruh Asia.” Pengaruh Turki terhadap Indonesia sejak sedia kala, karena hubungan keagamaan yang intim antara kedua bangsa ini. Revolusi Tiongkok amat berpengaruh terutama terhadap perjalanan Syarikat Islam (SI). Tan Malaka dan Muhamad Yamin terpengaruh dengan gerakan Nasional Philipina; dan gerakan Swadesi di India di terapkan pula di Indonesia. Demikianlah kejadian-kejadian internasional besar pengaruhnya terhadap kebangunan bangsa Indonesia, terbukti pada awal abad ke-20 itu juga bermunculan organisasi-organisasi pergerakan Islam dan Pergerakan lainnya di Indonesia.
Khusus mengenai kebangkitan Islam di Indonesia pada awal abad ke-20 amat dipengaruhi oleh gerakan reformasi keagamaan (Islam) di Timur Tengah dan India. Berangkatlah Haji Miskin, Haji Piobang dan Haji Supanik ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji dan menuntut Ilmu di sana. Sepulangnya dari Mekah ke Minangkabau pada tahun 1803 mereka membawa faham Wahabi, suatu faham yang amat berpengaruh di Saudi Arabia. Untuk menaburkan faham Wahabi ini, mereka membentuk suatu barisan yang bernama “Paderi”, bergerak melawan adat, syirik, khurafat, dan Bid’ah. Untuk memenangkan fahamnya barisan “Paderi” ini bertindak dengan berani dan tegas, Sehingga terjadi peperangan antara barisan Paderi dan kaum Adat, yang akhirnya barisan Paderi berhadapan pula dengan pemerintah kolonial. Selanjutnya pembaharuan yang dipelopori Paderi ini dilanjutkan oleh kaum muda, termasuk Abdul Karim Amrullah, Abdullah Ahmad, Muhammad Thaib Umar dan kawan-kawannya. Mereka mengorganisir pesantren-pesantren yang sehaluan dan sefaham, kemudian diberi nama “Sumatera Thawalib”, yang pada kongresnya tahun 1930 menjadi Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Jadi paham ini masuk ke Indonesia (minangkabau) sebelum abad ke-20. Sedangkan faham Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani di mesir sampai ke Indonesia melalui mahasiswa-mahasiswa yang belajar di sana dan majalah-majalah yang diterbitkan oleh dua tokoh tersebut yang sampai ke Indonesia melalui pelabuhan-pelabuhan kecil, lepas dari pengawasan duane, seperti majalah Al Urwatul Wutsqa, As Siyasah, Al Liwa’ dan Al Adl edisi Mesir, Tsamratul Funun dan Al_Qis-thasul Mustaqim edisi Bairut dan majalah-majalah lainnya. Ada satu jilid tahunan majalah Al Urwatul Wutsqa yang masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tuban, sampai ke tangan Kiai Haji Ahmad Dahlan, lalu ia tergerak hatinya untuk mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912. Organisasi ini bergerak melawan feodalisme, syirk, bid’ah dan khurafat seperti barisan Paderi di Minang kabau, namun tidak dengan jalan kekerasan. Muhammadiyah menyebarkan fahamnya melalui pendidikan, dakwah dan sosial, seraya organisasi ini memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang berasal dari bantuan pemerintah kolonial demi kepentingan dakwahnya. Faham Muhammad Abduh dan system gerakannya mengilhami Muhammadiyah, sebagaimana faham Wahabi dan Sistim gerakannya mengilhami barisan Paderi, dan perlu dicatat, bahwa antara Abduh dan Wahabi sama-sama faham salaf, namun Muhammad Abduh menempuh jalan pendidikan untuk menaburkan fahamnya, sedangkan kaum wahabi menempuh jalan kekerasan. Senada dengan gerakan ini juga ialah Al-Irsyad dan Persatuan Islam (PERSIS).
Sedangkan gerakan Islam yang tampil bergerak dalam lapangan social ekonomi dan social politik ialah Syarikat Dagang Islam (SDI) yang lahir pada tahun 1905 di Sala di bawah pimpinan Haji Samanhudi, lalu menjadi Syarikat Islam (SI) di bawah pimpinan Haji Umar Said (HOS) Cokroaminoto dan para cendikiawan muslim lainnya. Mereka memperluas lingkup gerakan SI ke lapangan politik dan pembaharuan pemikiran tentang ajaran-ajaran Islam. Jasa yang paling besar SI terhadap bangsa dan Negera ialah meratakan kesadaran Nasional terhadap seluruh lapisan masyarakat, atas, tengah dan rakyat biasa di seluruh persada tanah airnya, terutama ketika SI mengadakan kongres nasionalnya yang pertama di Bandung pada tahun 1916, yang dihadiri oleh wakil-wakilnya dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Bali. Kongres ini memperoleh perhatian pula dari pemerintah kolonial dan beberapa pers asing. Padahal Budi Utomo pada saat itu masih bergerak dalam lingkup Jawa Madura dan hanya memperoleh partisipan dari golongan bangsawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar