Jumat, 28 Januari 2011

Wawasan Kebangsaan (Pancasila)

Posted By
Khairul Umam

Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam kasus mempertahankan kebangsaan adalah wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan merupakan salah satu wahana membangun cinta tanah air karena wawasan kebangsaan merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya yang di dasari oleh falsafat cita-cita dan tujuan nasional, namun sampai saat ini pemahanan wawasan kebangsaan dalam diri masyarakat masih kurang oleh karena itu perlu adanya pemberian pemahaman akan wawasan kebangsaan sejak usia dini.

Nasionalisme Indonesia adalah masa depan bangsa Indonesia. Menurut Soekarno, kebangsaan adalah inti dari Pancasila yang membentuk bangsa Indonesia. Namun, sayangnya kendala yang sering kita temukan adalah kemiskinan yang terbukti skarang 40% dari seluruh bangsa indonesia adalah dalam kategori berekonomi rendah / miskin. KPK juga terus menemukan kasus – kasus korupsi. Teringat kembali pemuda – pemudi Indonesia bersumpah saat 28 Oktober untuk terus bersatu dalam negara Indonesia, namun tetap saja masih banyak egoisme serta kepicikan yang mencekik kemajuan Indonesia. Indonesia bukanlah Uni Soviet ataupun Yugoslavia yang pernah membuat nama baik dalam sejarah. Oleh karena itu, untuk menyatukan bangsa Indonesia dibutuhkan nasionalisme yang kuat dan bangsa Indonesia yang tidak dipengaruhi ras, agama, dan lain – lain. Indonesia itu lebih mirip India, Afganistan, dan sejenisnya, bukan seperti Korea, Jepang, dan Taiwan, karena Indonesia berjuang berdasarkan tekad yang kuat.

Peranan Cendikiawan dalam Pancasila

Posted By
Khairul Umam

Belajar dari masa sejarah, kita menemukan bahwa proses pembentukan Pancasila begitu dipikirkan, dirundingkan dan dimufakati bersama oleh para tokoh cendekiawan yang berjuang tempo itu; merekalah Mr. Soepomo, Muhammad Yamin dan Ir. Soekarno. Betapa keberadaan Pancasila begitu diagungkan dan diperjuangkan tatkala pada tanggal 30 September 1965 G 30 S/PKI melakukan pemberontakan lantaran tergiur untuk mengubah ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila, maka upaya tersebut mengalami kegagalan. Lihatlah betapa mengagumkannya gelora jiwa patriotisme dan nasionalisme bangsa Indonesia kala itu. Hidup dan mati mereka, dipersembahkan bagi keutuhan moral bangsa yang terbentuk mendasar dalam kelima butir azas negara.

Menilik perjalanannya, terkuak nyata bahwa Pancasila bukan semata sebagai simbol ideologi bangsa, namun juga menjadi yang merasuk dalam jiwa sekalian insan di Indonesia. Pancasila menjadi identitas kebanggaan bangsa dan menjadi penyelaras keberadaan Indonesia di mata dunia. Pancasila sungguh-sungguh menjadi pedoman yang dipegang dalam melaksanakan kehidupan dan pengabdian kepada tanah air. Perjalanan Pancasila tak mudah untuk sampai di hari ini. Tak dapat dipungkiri pula bahwa Pancasila akan selalu relevan terhadap jaman yang terus berkembang.

Pancasila dan Pragmatisme

Diposting Oleh
Khairul Umam

Berkembangnya paham pragmatisme yang bisa jadi berbahaya kalau orientasi seseorang menjadi kepada kebendaan semata karena harta benda (uang) yang paling berguna untuk menunjang kehidupan yang bisa menimbulkan kemunduran kehidupan spirituil keagamaan seseorang. Ini bisa menjadikan seseorang bertuhankan harta benda (uang) dan menghalalkan segala cara untuk mencari harta benda (uang) yang menimbulkan meluasnya tingkah laku korupsi di Indonesia.

Paham ini juga sangat berbahaya apabila para pragmatis menganggap keberadaan Pancasila tidak ada gunanya jadi tidak perlu dipedulikan. Paham pragmatisme ini mula mencuat pada awal orde baru ketika pengaruh model perekonomian Amerika atau kapitalisme mulai merebak di Indonesia.

Seorang pakar politik LIPI Siti Zuhro menyatakan, politisasi telah masuk ke hampir seluruh sendi kehidupan bernegara dan berbangsa. Akibatnya, muncullah sikap pragmatisme dan oportunisme yang tidak bisa dikendalikan oleh kultur bangsa Indonesia.

Lebih jauh politisasi itu mengakibatkan orientasi yang dangkal dan terbatas untuk mencapai kekuasaan dan uang. “ Ini sudah terjadi dan merugikan, kehidupan bernegara dan berbangsa dalam membangun Indonesia ke depan yang lebih demokratis dan sejahtera,” katanya.

Kaum muda, menurutnya, harus belajar dari para pemimpin sebelumnya. “Generasi muda harus memiliki reaktualisasi sumpah pemuda di tengah perkembangan dinamika politik yang sangat semarak. Selain itu, kaum muda harus menghidupkan kembali kecintaan kepada Pancasila, NKRI, dan Kebhinekaan. Sebab, jika sudah mengabaikan Pancasila maka uang menjadi panglima. Dampaknya, sampai saat ini belum ada kaum muda dan kader muda partai yang memiliki jiwa kenegaraan dan bervisi kebangsaan,” katanya.




Baik Sangka

Diposting Oleh
Khairul Umam

Dalam kondisi apapun, baik senang maupun susah. Kita tidak diperbolehkan berburuk sangka kepada Allah. Sebab segala sesuatu yang terjadi pasti ada tujuan dan ada hikmah serta pelajaran yang bisa dipetik dari suatu peristiwa. Begitu juga dengan sesama manusia. Kita harus selalu berprasangka baik kepada orang lain karena dengan begitu pergaulan atau silaturrahmi tetap berjalan dengan baik dan rukun. Bisa dibayangkan jikalau antar sesama manusia dimuka bumi ini terus-terusan berprasangka buruk terhadap manusia lain. Yang terjadi bukanlah perdamaian, tapi malah pertengkaran atau bahkan pertempuran yang mengakibatkan pertumpahan darah dan melayangnya nyawa. Dengan berprasangka baik maka hidup ini akan terasa tenang dan jauh dari sifat-sifat yang buruk (penyakit hati), dan kehidupan dilingkungan menjadi tentram. Tidak ada lagi yang menggunjing sana-sini, dan lain sebagainya.


Membuat Website Profesional Dengan Blogspot

Di Terangkan Oleh
Khairul Umam

Blogspot merupakan sarana berbagi informasi yang mulai populer atau bahkan sedang populer saat ini. Hal ini tentu banyak dimanfaatkan oleh para marketer untuk memasarkan produk mereka untuk menarik pelanggan. Tentu hal ini banyak dimanfaatka para blogger untuk mempercantik blog mereka semaksimal mungkin dan meningkatkan trafic rank mereka secepat yang mereka inginkan. Kompetisi terus berlangsung tanpa mengenal waktu.

Untuk membuat website berbasis blogspot kita hanya memerlukan sebuah domain untuk mengubah nama blogspot menjadi lebih eksklusif. Dengan demikian akan lebih menarik minat para pembaca untuk melihat blog anda. Selain itu kita juga harus setidaknya memiliki kemampuan mengenai bahasa html. Ya.. itu merupakan bahasa pemrogrAMAn yang harus dikuasai jika anda ingin menjadi ahli ngeblog. dengan demikian anda dapat memodifikasi blog anda sesuai keinginan.

Sejarah Perkembangan dan Kodifikasi Hadits

1. Perkembangan hadits pada masa Rasulullah bercorak antar lisan dan mengalami pelarangan penulisan dengan alasan di antaranya; khawatir tercampur dengan al-Qur'an.

2. Pada masa Khulafa' al-Rasyidin, hadits mengalami pasang surut dengan adanya pembatasan periwayatan pada masa Khalifah Abu Bakar – Umar r.a dan perluasan periwayatan pada masa Khalifah Utsman – Ali r.a

3. Pada masa tabi'in, hadits lebih banyak diriwayatkan oleh perawi. Namun, pada masa itu, banyak bermunculan hadits-hadits palsu yang bernuansa kepentingan politik golongan.

4. ada tiga pendapat yang menjelaskan tentang kodifikasi hadist,ada yang menjelaskan bahwa kodifikasi dilakukan sebelum Rosullullah wafat,ada pula yang menjelaskan bahwa kodifikasi hadist dilakukan ketika masa Rosulullah, dan juga pendapat yang lain menerangkan bahwa kodifikasi dilakukan ketika Rosulullah wafat.

Hadits Pada Masa Khalifah

1. Masa Pemerintahan Abu Bakar dan Umar ibn Khattab

Setelah Rasulullah wafat, banyak sahabat yang berpindah ke kota-kota di luar Madinah. Sehingga memudahkan untuk percepatan penyebaran hadits. Namun, dengan semakin mudahnya para sahabat meriwayatkan hadits dirasa cukup membahayakan bagi otentisitas hadits tersebut. Maka Khalifah Abu Bakar menerapkan peraturan yang membatasi periwayatan hadits. Begitu juga dengan Khalifah Umar ibn al-Khattab. Dengan demikian periode tersebut disebut dengan Masa Pembatasan Periwayatan Hadits (عصر تقليل رواية الحديث).

Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak dari sahabat yang mempermudah penggunaan nama Rasulullah dalam berbagai urusan, meskipun jujur dan dalam permasalahan yang umum. Namun pembatasan tersebut tidak berarti bahwa kedua khalifah tersebut anti-periwayatan, hanya saja beliau sangat selektif terhadap periwayatan hadits. Segala periwayatan yang mengatasnamakan Rasulullah harus dengan mendatangkan saksi, seperti dalam permasalahan tentang waris yang diriwayatkan oleh Imam Malik.[1]

Abu Hurairah, sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits, pernah ditanya oleh Abu Salamah, apakah ia banyak meriwayatkan hadits di masa Umar, lalu menjawab, "Sekiranya aku meriwayatkan hadits di masa Umar seperti aku meriwayatkannya kepadamu (memperbanyaknya), niscaya Umar akan mencambukku dengan cambuknya."[2]

Riwayat Abu Hurairah tersebut menunjukkan ketegasan Khalifah Umar dalam menerapkan peraturan pembatasan riwayat hadits pada masa pemerintahannya. Namun di sisi lain, Umar ibn Khattab bukanlah orang yang anti periwayatan hadits. Umar mengutus para ulama untuk menyebarkan al-Qur'an dan hadits. Dalam sebuah riwayat, Umar berkata,

"Saya tidak mengangkat penguasa daerah untuk memaki orang, memukul, apalagi merampas harta kalian. Tetapi saya mengangkat mereka untuk mengajarkan al-Qur'an dan hadits kepada kamu semua."[3]

2. Masa Pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib

Secara umum, kebijakan pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib tentang periwayatan tidak berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khlaifah sebelumnya. Namun, langkah yang diterapkan tidaklah setegas langkah khalifah Umar ibn al-Khattab. Dalam sebuah kesempatan, Utsman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka dengar pada zaman Abu Bakar dan Umar.[4] Namun pada dasarnya, periwayatan Hadits pada masa pemerintahan ini lebih banyak daripada pemerintahn sebelumnya. Sehingga masa ini disebut dengan عصر إكثار رواية الحديث.

Keleluasaan periwayatan hadits tersebut juga disebabkan oleh karakteristik pribadi Utsman yang lebih lunak jika dibandingkan dengan Umar Selain itu, wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas juga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal.

Sedangkan pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasi pemerintahan Islam telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa itu merupakan masa krisis dan fitnah dalam masyarakat. Terjadinya peperangan antar beberapa kelompok kepentingan politik juga mewarnai pemerintahan Ali. Secara tidak langsung, hal itu membawa dampak negatif dalam periwayatan hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan hadits. Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadits dapat dipercaya riwayatnya.

3. Situasi Periwayatan Hadits

Dalam perkembangannya, periwayatan hadits yang dilakukan para sahabat berciri pada 2 tipologi periwayatan.

a. Dengan menggunakan lafal haduts asli, yaitu menurut lafal yang diterima dari Rasulullah.

b. Hanya maknanya saja. Karena mereka sulit menghafal lafal redaksi hadits persis dengan yang disabdakan Nabi.

Pada masa pembatasan periwayatan, para sahabat hanya meriwayatkan hadits jika ada permasalahan hukum yang mendesak. Mereka tidak meriwayatkan hadits setiap saat, seperti dalam khutbah. Sedangkan pada masa pembanyakan periwayatan, banyak dari sahabat yang dengan sengaja menyebarkan hadits. Namun tetap dengan dalil dan saksi yang kuat. Bahkan jika diperlukan, mereka rela melakukan perjalanan jauh hanya untuk mencari kebenaran hadits yan diriwayatkannya.



[1] Imam Malik, al-Muwattha', J. 2, hlm. 513

[2] Ajjaj al-Khathib, al-Sunnah Qabla Tadwin, hlm. 96

[3] Ibn Sa'ad, Juz 3, hlm. 135

[4] Ajjaj al-Khathib, Ushulul Hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, hlm. 97-98


Sumber Lain

al-Bukhari, Shahih al-Bukhari.

al-Khathib, Ajjaj. al-Sunnah Qabla Tadwin. Cairo : Maktabah Wahbah. 1963

______________. Ushulul Hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu. Dar al-Fikr. 1989

Ismail, Syuhudi. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta : Bulan Bintang. 1995

Itr, Nuruddin. Ulum al-Hadits I. Penerj : Endang Soetari dan Mujiyo. Bandung : Remaja Rosda Karya. 1995

Malik, Imam. al-Muwattha'.

Shiddiqiey, TM. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang : Pustaka Rizki Putra. 2001

Sulaiman, Hasan. Abbas, Alwi, Terj. Ibanatul Ahkam Syarh Bulughul Maram Jilid I. Surabaya : Mutiara Ilmu. 1995

Zuhri, Muhammad. Hadis Nabi, Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2003

Masa Penyebaran Hadits

Rasulullah hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Mereka bergaul secara bebas dan mudah, tidak ada peraturan atau larangan yang memepersulit para sahabat untuk bergaul dengan beliau. Segala perbuatan, ucapan, dan sifat Nabi bisa menjadi contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut. Masyarakat menjadikan nabi sebagai panutan dan pedoman dalam kehidupan mereka. Jika ada permasalahan baik dalam Ibadah maupun dalam kehidupan duniawi, maka mereka akan bisa langsung bertanya pada Nabi.

Kabilah-kabilah yang tinggal jauh di luar kota Madinah pun juga selalu berkonsultasi pada Nabi dalam segala permasalahan mereka. Adakalanya mereka mengirim anggota mereka untuk pergi mendatangi Nabi dan mempelajari hukum- hukum syari'at agama. Dan ketika mereka kembali ke kabilahnya, mereka segera menceritakan pelajaran (hadits Nabi) yang baru mereka terima.

Selain itu, para pedagang dari kota Madinah juga sangat berperan dalam penyebaran hadits. Setiap mereka pergi berdagang, sekaligus juga berdakwah untuk membagikan pengetahuan yang mereka peroleh dari Nabi kepada orang-orang yang mereka temui.

Pada saat itu, penyebarluasan hadits sangat cepat. Hal tersebut berdasar perintah Rasulullah pada para sahabat untuk menyebarkan apapun yang mereka ketahui dari beliau. Beliau bersabda,

"بلغوا عنى ولو أية"

“Sampaikanlah olehmu apa yang berasal dariku, kendati hanya satu ayat!”[1]

Dalam hadits lain disebutkan,

" ليبلغ الشاهد منكم الغائب فرب مبلغ أوعى من سامع "

“Hendaknya orang yang menyaksikan hadits di antara kamu menyampaikannya pada yang tidak hadir (dalam majlis ini). Karena boleh jadi, banyak orang yang menerima hadits (dari kamu) lebih memahami dari pada (kamu sendiri) yang mendengar (langsung dariku).[2]

Perintah tersebut membawa pengaruh yang sangat baik untuk menyebarkan hadits. Karena secara bertahap, seluruh masyarakat muslim baik yang berada di Madinah maupun yang di luar Madinah akan segera mengetahui hukum–hukum agama yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Meskipun sebagian dari mereka tidak memperoleh langsung dari Rasulullah, mereka akan memperoleh dari saudara–saudara mereka yang mendengar langsung dari Rasulullah. Metode penyebaran hadits tersebut berlanjut sampai Haji Wada’ dan wafatnya Rasulullah.

Faktor-faktor yang mendukung percepatan penyebaran hadits di masa Rasulullah :

a. Rasulullah sendiri rajin menyampaikan dakwahnya.

b. Karakter ajaran Islam sebagai ajaran baru telah membangkitkan semangat orang di lingkungannya untuk selalu mempertanyakan kandungan ajaran agama ini, selanjutnya secara otomatis tersebar ke orang lain secara berkesinambungan.

c. Peranan istri Rasulullah amat besar dalam penyiaran Islam, hadits termasuk di dalamnya.[3]



[1] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, bab al-Anbiya, no.50

[2] Ibid., bab al-Iman, no. 9

[3] Prof. Dr. Muh. Zuhri, Hadis Nabi, hal. 31