Jumat, 28 Januari 2011

Pancasila dan Pragmatisme

Diposting Oleh
Khairul Umam

Berkembangnya paham pragmatisme yang bisa jadi berbahaya kalau orientasi seseorang menjadi kepada kebendaan semata karena harta benda (uang) yang paling berguna untuk menunjang kehidupan yang bisa menimbulkan kemunduran kehidupan spirituil keagamaan seseorang. Ini bisa menjadikan seseorang bertuhankan harta benda (uang) dan menghalalkan segala cara untuk mencari harta benda (uang) yang menimbulkan meluasnya tingkah laku korupsi di Indonesia.

Paham ini juga sangat berbahaya apabila para pragmatis menganggap keberadaan Pancasila tidak ada gunanya jadi tidak perlu dipedulikan. Paham pragmatisme ini mula mencuat pada awal orde baru ketika pengaruh model perekonomian Amerika atau kapitalisme mulai merebak di Indonesia.

Seorang pakar politik LIPI Siti Zuhro menyatakan, politisasi telah masuk ke hampir seluruh sendi kehidupan bernegara dan berbangsa. Akibatnya, muncullah sikap pragmatisme dan oportunisme yang tidak bisa dikendalikan oleh kultur bangsa Indonesia.

Lebih jauh politisasi itu mengakibatkan orientasi yang dangkal dan terbatas untuk mencapai kekuasaan dan uang. “ Ini sudah terjadi dan merugikan, kehidupan bernegara dan berbangsa dalam membangun Indonesia ke depan yang lebih demokratis dan sejahtera,” katanya.

Kaum muda, menurutnya, harus belajar dari para pemimpin sebelumnya. “Generasi muda harus memiliki reaktualisasi sumpah pemuda di tengah perkembangan dinamika politik yang sangat semarak. Selain itu, kaum muda harus menghidupkan kembali kecintaan kepada Pancasila, NKRI, dan Kebhinekaan. Sebab, jika sudah mengabaikan Pancasila maka uang menjadi panglima. Dampaknya, sampai saat ini belum ada kaum muda dan kader muda partai yang memiliki jiwa kenegaraan dan bervisi kebangsaan,” katanya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar